Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini belum berhasil menemukan keberadaan Nunun Nurbaeti Daradjatun. Padahal, nama Nunun disebut-sebut sebagai kunci dalam kasus suap pemberian cek pelawat usai pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
"Kami tidak mengetahui persis di mana kini ia berada. Kabarnya kan dia sakit," kata Wakil Ketua Bidang Pencegahan KPK, Haryono Umar.
Di tengah kesimpangsiuran keberadaan Nunun, politisi senior Partai Golkar, Fahmi Idris, mengungkapkan bahwa Nunun dalam keadaan sehat dan tengah berada di Bangkok, Thailand. Fahmi meyakini hal itu karena memiliki salinan paspor milik Nunun saat pergi ke Bangkok.
Fahmi pun meminta agar Nunun mau diperiksa penyidik KPK. Dan jika dalam keadaan sakit, Nunun juga harus mau diperiksa oleh tim dokter independen yang dibentuk oleh KPK. "Silakan Bu Nunun datang ke KPK dengan didampingi pengacara, jangan dokter pribadinya. Biar dokter KPK yang menentukan dia sakit apa," kata Fahmi Idris saat dihubungiVIVAnews.com.
Mengenai kesimpangsiuran kabar Nunun, pihak keluarga Nunun langsung memberikan keterangan. Suami Nunun, Adang Daradjatun berulang kali membantah istrinya adalah penyalur uang suap kepada sejumlah anggota dewan itu. "Ibu Nunun pernah disumpah tidak tahu kasus itu dan tidak pernah memberi suap."
Mantan Wakapolri itu menambahkan, "Tolong dibuktikan bahwa Ibu Nunun yang memerintahkan."
Adang pun protes kenapa hanya istrinya saja yang diburu dalam kasus suap ini. Padahal, menurut dia, yang menyerahkan cek kepada sejumlah anggota Komisi Keuangan DPR adalah seseorang berinisial AM. "Dari fakta sidang, AM kan pemberinya. Kenapa istri saya terus yang dicari."
Dia juga memprotes kenapa informasi mengenai siapa si pemberi cek hanya digali dari istrinya. Padahal, masih menurut Adang, Nunun tidak tahu-menahu soal kasus ini dan proses pemberian cek tersebut.
"Saya sudah tanya kepada Ibu, Nun, ini apa yang terjadi dan dia bilang tidak tahu sama sekali apalagi yang namanya AM yang memberikan cek kepada DPR," ujar anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi PKS itu.
Meski demikian, Adang mengaku sudah siap saja jika sewaktu-waktu KPK menetapkan Nunun sebagai tersangka. "Saya akan kooperatif. Saya akan hormati proses, tidak diam dan tidak mendahului. Saya akan hadir kalau dipanggil," ia menegaskan. "Tapi jangan proses ini dibawa ke politik. Tapi kan orang sakit tidak bisa diperiksa."
Mengenai teka-teki kondisi kesehatan Nunun Nurbaeti dijawab dokter pribadinya, dr Andreas Harry. Dia menegaskan bahwa pasiennya itu masih sakit.
Bahkan, masih menurut dia, ada gumpalan cairan di kepala Nunun dan kini makin bertambah. Akibat terburuk, Nunun bisa kena stroke lagi. "Gumpalan berbentuk liquid ini bertambah berdasarkan hasil rontgen dokter 17 November 2010," kata Andreas. "Nunun berpotensi stroke lagi."
Serangan stroke terakhir, kata dia, pernah menimpa Nunun pada 2006. Sejak itu, Nunun dia sebut menderita lupa akut.
Jumpa pers ini diadakan untuk merespons pernyataan politisi senior Partai Golkar, Fahmi Idris, yang menyatakan ia memiliki bukti Nunun sehat wal'afiat dan kini bermukim di Bangkok, Thailand.
Andreas, yang berpraktik di Rumah Sakit Gading Pluit, menjelaskan bahwa penyakit Nunun bukan pada faktor fisik, melainkan menyangkut post-stroke amnesia. "Jalan-jalan dia bisa, bahkan dianjurkan untuk melakukan aktivitas,"
Status perawatan Nunun sekarang adalah tengah berobat jalan di sebuah rumah sakit Singapura. Namun, anehnya, dia tidak mau memberitahu di rumah sakit mana persisnya Nunun dirawat.
*****
KPK sebenarnya sudah pernah memeriksa Nunun pada 9 Oktober 2008 atau jauh sebelum kasus ini naik ke penyidikan. Ada 10 pertanyaan yang dilayangkan tim penyelidik KPK kepada istri mantan Wakil Kepala Polri, Komjen (Purn) Adang Daradjatun, saat itu.
"Klien saya dimintai klarifikasi soal penyerahan-penyerahan cek dalam kasus Miranda Goeltom," tegas pengacara Nunun, Partahi Sihombing.
Menurut Partahi, kliennya diberondong 10 pertanyaan oleh penyelidik KPK terkait dugaan pemberian suap kepada seluruh anggota komisi perbankan di legislatif. Kendati demikian, Partahi belum mengetahui substansi pertanyaan yang dilayangkan kepada Nunun.
Pada Senin 8 Juni 2009, KPK menetapkan empat anggota Komisi Keuangan DPR periode 1999-2004 sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Dhudie Makmum Murod, Udju Juhaeri, Endin AJ Soefihara, dan Hamka Yandhu. Mereka diduga menerima cek pelawat usai pemilihan yang saat itu dimenangkan Miranda.
Saat itu, Wakil Ketua KPK, M Jasin menjelaskan bahwa uang yang diterima Dudhie cs berasal dari istri mantan pejabat negara berinisial N. Namun Jasin enggan menjelaskan asal uang yang diterima N. "Nanti akan diungkapkan di pemeriksaan," jelasnya. KPK pun berjanji akan kembali memanggil Nunun.
Keterlibatan Nunun dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia ini beberapa kali disebut dalam persidangan Dudhie Makmun cs. Dalam persidangan terungkap bahwa cek pelawat yang diterima Dudhie cs berasal dari Nunun melalui Arie Malangjudo.
Hakim kemudian memerintahkan untuk menghadirkan Nunun dalam persidangan. Namun hingga panggilan ketiga, jaksa KPK tidak dapat menghadirkan Nunun dalam persidangan dengan alasan sakit. Bahkan jaksa pun tidak pernah membacakan keterangan Nunundalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, menyatakan Dudhie cs terbukti menerima cek pelawat. Hakim menegaskan bahwa cek pelawat yang diterima Dudhie Makmun Murod cs berasal dari Komisaris PT Wahana Esa Sejati, Nunun Nurbaeti Daradjatun.
Pernyataan majelis hakim ini tertuang dalam pertimbangan vonis untuk Dudhie terkait kasus saat Pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) tahun 2004.
Salah satu anggota hakim, Slamet Subagio, membacakan bahwa pada Juni 2004 sekitar pukul 10.00-11.00 WIB ada percakapan antara Nunun dan stafnya, Ahmad Hakim Safari atau Arie Malang Judo.
Meski Nunun tidak bisa dihadirkan dalam sidang untuk mengonfirmasi percakapan ini, menurut Slamet, "Percakapan ini sudah dibenarkan oleh saksi Arie Malang Judo."
Usai putusan Dudhie cs, jumlah tersangka kasus suap ini semakin banyak. KPK kemudian menetapkan lagi 26 anggota DPR periode 1999-2004 sebagai tersangka. 10 Berasal dari Partai Golkar, 14 dari PDI Perjuangan, dan 2 dari PPP. Salah satu anggota DPR dari PDI Perjuangan, Jeffrey Tongas Lumban Batu, meninggal dunia setelah ditetapkan sebagai tersangka. Dalam deretan tersangka juga terdapat nama seperti Panda Nababan, Paskah Suzetta, dan TM Nurliff.
Paska penetapan tersangka ini, desakan agar KPK untuk mengungkap siapa pemberi cek pelawat semakin gencar. Desakan semakin gencar paska para politisi itu ditahan KPK pada 28 Januari 2011.
Usai putusan terhadap Dudhie cs, KPK juga sudah berulang kali memanggil Nunun. Namun, lagi-lagi Nunun tidak dapat hadir dalam pemanggilan KPK dengan alasan sakit dan dirawat di RS Mount Elizabeth, Singapura.
KPK pun berinisiatif mencari Nunun ke Singapura untuk mencari second opinion. Namun, setelah tiba di Singapura, KPK menemukan Nunun tidak dirawat di RS Elizabeth. "Ada informasi didapat tim, ternyata di rumah sakit yang selama ini dikabarkan, tidak ada," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP.
Menurut dia, tim sedang mencari ke tempat lain. Meski tim resmi belum berangkat ke Singapura. "Kalau nggak resmi saya nggak bisa menjawab," ujar Johan.
Menurut Johan, KPK berkepentingan memastikan kondisi Nunun. Apakah benar Nunun sakit lupa berat atau tidak. "Karena yang bersangkutan tidak ada di Indonesia waktu itu sehingga belum mendapatkan second opinion," ujar Johan.
Sejak saat itu, Nunun tidak dapat dihadirkan oleh KPK. "Hingga kini kami belum tahu keberadaannya (Nunun) di mana," kata Haryono Umar.
*****
Menurut Fahmi, jika pihak Nunun merasa tidak bersalah dalam kasus suap ini, seharusnya Nunun mau dengan sukarela datang ke KPK dan diperiksa. "Kalau dia tidak bersalah kenapa tidak mau diperiksa KPK, kenapa justru dia pergi. Kenapa tidak muncul dengan alasan sakit, kalau sakit minta KPK untuk bentuk tim dokter independen," ujarnya.
Politikus PDI Perjuangan, Pramono Anung, mengatakan hal senada. Menurut dia, KPK harus segera memastikan kondisi kesehatan saksi kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia itu.
"Sebenarnya saya yakin banyak elite dan para politisi mengetahui hal ini bahwa tidak mungkin Ibu Nunun itu tiba-tiba menjadi pelupa. Kan kita tahu dulu Ibu Nunun salah satu sosialita yang selalu tampil di acara-acara yang bersifat terbuka kok tiba-tiba menjadi lupa," kata Pramono.
Menurut Pramono, hal ini kemudian menjadi tugas dari KPK untuk mencari tahu tentang penyakit yang diidap Nunun. "Kalau KPK tidak tahu menurut saya, ya...harus tahu. karena KPK diberikan peralatan untuk mengetahui itu. Dan kalau ini sungguh-sungguh mau dikejar dan diselidiki pasti dengan gampang akan diketahui," ujar Wakil Ketua DPR itu.
Menurut Pramono, kasus ini merupakan ujian bagi KPK. Lembaga tersebut, dia melanjutkan, tidak dapat bermain-main dalam menyelidiki kasus yang sudah menarik perhatian publik itu.
Keberadaan Nunun sampai saat ini masih belum diketahui. Namun, Imigrasi mencatat Nunun sudah berada di luar negeri sejak 23 Februari 2010. "Pada catatan kami, Nunun terakhir pergi keluar negeri pada 23 Februari 2010. Dia berangkat ke Singapura," kata juru bicara Keimigrasian kementerian Hukum dan HAM, M Barimbing.
Setelah Nunun ke luar negeri itu, sambungnya, Imigrasi baru menerima surat permohonan cegah untuk yang bersangkutan. Mengenai informasi Nunun ada di Thailand, Barimbing mengungkapkan Imigrasi Jakarta tidak menerima informasi ini. "Memang sistem Imigrasi kita ini tidak online. Jadi, kami tidak dapat informasi dari keimigrasian di Singapura dan Thailand soal keberadaan Nunun," jelasnya.
Hingga hari ini, kata dia, Imigrasi Indonesia belum melacak keberadaan Nunun di tanah air. "KPK memang sudah meminta jika yang bersangkutan masuk ke Indonesia, paspornya ditahan."
sumber : Vivanews.com
0 komentar:
Posting Komentar