Politik pemberantasan korupsi yang diimplementasikan Presiden Soesilo Bambang Yudhyono (SBY) praktis telah gagal meyakinkan rakyat.
Bambang Soesatyo, anggota Komisi III DPR, mengatakan, gugurnya usul hak angket pajak DPR dalam sidang paripurna DPR menjadi bukti paling nyata tentang tidak adanya kemauan politik presiden memberantas modus korupsi paling masif oleh mafia pajak.
Dengan demikian, selain menandai kegagalannya memberantas korupsi, pemerintahan SBY pun gagal mewujudkan prinsip-prinsip good governance. "Untuk memulihkan citra dan sekadar tontonan bagi rakyat, penegak hukum yang dikendalikan SBY hanya mau menangani kasus korupsi skala recehan. Targetnya pun koruptor yang lemah secara politis," kata politisi Partai Golkar ini kepada okezone, Minggu (27/2/2011).
Bambang menjelaskan, penolakan mayoritas anggota DPR atas usul hak angket pajak tak bisa dipisahkan dari posisi dan peran Presiden SBY. Sebab, penolakan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa 22 Februari lalu itu dimotori oleh Fraksi Partai Demokrat (FPD) di DPR yang jumlah kursinya paling banyak.
Sekadar mengingatkan, angket mafia pajak justru diinisiasi pertama kali oleh FPD. Induk FPD adalah Partai Demokrat (PD), dan Ketua Dewan Pembina PD periode 2010-2015 adalah SBY, yang kini Presiden RI.
Manuver politik FPD menggugurkan hak angkat pajak itu otomatis mencerminkan kehendak politik PD. Karena itu, tekad politik SBY dalam pemberantasan korupsi layak diragukan karena sama sekali tidak meyakinkan. "Teror FPD tentang reshuffle kepada semua anggota koalisi justru memperlihatkan ketakutan FPD yang luar biasa jika usul hak angket itu lolos," terangnya.
Menurut Bambang, sikap mendua dan ketakutan luar biasa FPD itulah yang dianggap aneh masyarakat kebanyakan. Kalau FPD dan pemerintahan SBY bersih serta independen, mengapa harus takut membongkar jaringan mafia pajak di negara ini? Apalagi, membongkar jaringan mafia pajak saat ini adalah momentum paling ideal bagi SBY utk mewujudkan semangat good governance.
"Citra bad governance pemerintahan SBY semakin kuat. Penilaian IMF bahwa korupsi semakin merajalela di Indonesia mendapatkan pembenarannya," pungkasnya.
Sementara itu, alasan Demokrat menolak angket pajak lantaran tidak ingin dipolitisasi. Hal ini seperti diungkapkan, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Syarifuddin Hasan. Dia mengatakan pembasmian mafia pajak benar-benar dilakukan dengan menegakkan hukum, bukan sekadar pertunjukan politik seperti kasus Bank Century.
Fraksi Demokrat sendiri lebih menyepakati pembentukan Pansus biasa yang menggabungkan panitia kerja perpajakan dan panitia kerja mafia pajak. Kedua panja itu telah dibentuk oleh Komisi Keuangan dan Perbankan serta Komisi Hukum DPR.
"Kedua panja digabung saja biar efektif, tidak usah Hak Angket," jelas inisiator utama pembentukan Pansus Hak Angket Pajak, Sutjipto yang kemudian menarik dukungannya beberapa waktu yang lalu. Anggota Komisi Hukum DPR itu mundur setelah Fraksi Demokrat memutuskan menolak pembentukan Pansus Hak Angket Pajak.
Sujipto menjelaskan, pembatalan dukungan pembentukan Pansus Angket Pajak karena Partai Demokrat khawatir Pansus itu akan disalahgunakan untuk kepentingan politik tertentu. "Fraksi Demokrat tidak setuju Hak Angket karena khawatir disalahgunakan. Fraksi khawatir melebar dan terjadi kegaduhan politik," ujar Sutjipto.
sumber : okezone.com
0 komentar:
Posting Komentar